IBU KARTINI
Kartini Pahlawan Pendidikan Raden Ajeng Kartini lahir tanggal 21 April 1879, wafat tanggal 13 September 1904. Anak ke-5 dari 11 bersaudara dari Bupati Jepara RM Adipati Ario Sosoningrat. Ibunya bernama Ngasirah, berasal dari orang kebanyakan (wong cilik). RA Kartini menjadi isteri ke-2 Bupati Rembang. Mempunyai anak bernama RM Susalit. Bersama anak-anak Belanda pada usia 12 tahun, Kartini adalah seorang yang bersifat gembira. Tetapi hatinya gundah ketika ditanya oleh teman-temannya tentang cita-citanya. Kartini bertanya kepada ayah dan kakaknya ”Menjadi isteri bangsawan” jawab mereka. Kartini terperangah, dalam hati merasa terhina, tetapi tidak marah. Dan kenyataannya memang beliau harus menjalani keputusan ayahnya. Samapi saat ini Kartini memang hanya mendapat julukan pahlawan emansipasi/persamaan hak antara pria dan wanita. Namun Kartini berpendapat, dan berjuang lewat tulisan. Pendapatnya adalah : Bangsa yang besar dan dapat memimpin adalah bangsa yang cerdas dan berakhlak. Bangsa yang cerdas dan berbudi luhur, tidak akan dijajah dan diremehkan. Termasuk wanita yang dianggapnya tidak dapat berpikir dan hanya pantas mengerjakan pekerjaan rumah. Untuk mewujudkan keinginannya agar bangsa kita pandai terutama kaum wanitanya Kartini hanya berkorespondensi (surat menyurat) dengan temannya di Belanda. Itu dilakukan Kartini ketika menjalani hidup dalam pingitan. Kartini juga meminta agar diperkenankan mendirikan sekolah untuk kaum wanita. Singkat kata berjuang untuk kemajuan wanita. Sayang cita-cita untuk mencerdaskan bangsa belum terwujud Kartini telah dipanggil Allah SWT. Sekarang tugas ibu-ibu untuk melanjutkan perjuangan itu, dengan memberikan pendidikan kepada anak. Baik pendidikan tentang ilmu maupun budi pekerti. Perlu ibu-ibu ketahui bahwa pendidikan ada 3 macam / 3 jalur 1. Pendidikan informal Yaitu pendidikan yang berlangsung didalam lingkungan keluarga. 2. Pendidikan formal Yaitu pendidikan yang berlangsung di sekolah, untuk mendapatkan ilmu. 3. Pendidikan non formal yaitu pendidikan yang berlangsung di lingkungan masyarakat. Sebagai seorang ibu, kita banyak berandil dalam pendidikan agar anak-anak kita menjadi bangsa yang cerdas dan berbudi luhur. Pendidikan informal dimulai sejak anak dalam kandungan. Bagi ibu yang sedang hamil hendaknya : 1. Selalu dapat mencegah emosi. Yaitu mencegah marah, cemas, sedih, tergesa-gesa dll. 2. Mencegah terjadinya stress. Yaitu dapat menghadapi permasalahan dengan tenang. 3. Mencegah melakukan perbuatan yang tidak terpuji. Misalnya berkata kotor, iri hati, menjelekan orang lain dll. Menurut ahli pendidikan Dorothy Lam Votte, komunikasi dengan anak di rumah dapat mengembangkan sikap dan kepribadian anak, ini perlu waspada. Contoh. 1. Jika keluarga terutama orang tua suka mencemooh, menghina, maka anak akan suka memaki-maki, ia akan tumbuh menjadi anak yang suka meremehkan orang lain. 2. Jika anak dibesarkan dalam situasi atau lingkungan permusuhan, maka anak akan suka berkelahi/musuhan. 3. Jika anak dibesarkan oleh orang tua yang suka mencela/membandingkan dengan anak lain, anak akan menjadi rendah diri dan tidak berharga (kurang percaya diri). 4. Jika dibesarkan dengan suasana penuh toleransi/tepa slira anak akan belajar memahami diri, tidak meremehkan orang lain. 5. Jika anak dibesarkan dengan pujian, Ia akan belajar menghargai orang. 6. Jika anak dibesarkan dengan banyak dorongan, anak akan percaya diri. 7. Jika dibesarkan dalam suasana aman, tenteram ia akan menjadi percaya diri. 8. Jika dibesarkan dengan penuh kasih sayang, ia akan berlaku kasih dengan sesama. Pendidikan formal diperoleh anak di sekolah. Disini ibu berperan untuk memantau cara belajar anak. Berdisiplin, matikan TV waktu anak belajar. Pendidikan non formal, diperoleh anak dari lingkungan masyarakat. Dari masyarakat banyak pengaruh yang kurang baik. Ibu harus waspada. Tetapi apabila ibu disiplin menerapkan pendidikan informal, biasanya anak tidak akan terpengaruh arus masyarakat. Alangkah indahnya bila semua ibu-ibu dapat menerapkan pendidikan yang baik di rumah, sehingga dalam lingkungan dan masyarakat tidak timbul ulah yang kurang baik. |
Komentar